PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR : PER - 16/PJ/2016
TENTANG
PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI
NOMOR : PER - 16/PJ/2016
TENTANG
PEDOMAN TEKNIS TATA CARA PEMOTONGAN, PENYETORAN DAN PELAPORAN
PAJAK PENGHASILAN PASAL 21 DAN/ATAU PAJAK PENGHASILAN PASAL 26
SEHUBUNGAN DENGAN PEKERJAAN, JASA, DAN KEGIATAN ORANG PRIBADI
Pajak Penghasilan
sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak
orang pribadi Subjek Pajak dalam negeri, yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21,
adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan
pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan dengan pekerjaan
atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang pribadi Subjek Pajak
dalam negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Pajak
Penghasilan.
Pajak
Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh
Wajib Pajak orang pribadi Subjek Pajak luar negeri, yang selanjutnya disebut
PPh Pasal 26, adalah pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium,
tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apapun sehubungan
dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh orang
pribadi Subjek Pajak luar negeri, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26
Undang-Undang Pajak Penghasilan.
Penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 dan/atau PPh Pasal 26 adalah:
a.
|
penghasilan yang diterima atau
diperoleh Pegawai Tetap, baik berupa Penghasilan yang Bersifat Teratur maupun
Tidak Teratur;
|
b.
|
penghasilan yang diterima atau
diperoleh penerima pensiun secara teratur berupa uang pensiun atau
penghasilan sejenisnya;
|
c.
|
penghasilan berupa uang
pesangon, uang manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua
yang dibayarkan sekaligus, yang pembayarannya melewati jangka waktu 2 (dua)
tahun sejak pegawai berhenti bekerja;
|
d.
|
penghasilan Pegawai Tidak Tetap
atau Tenaga Kerja Lepas, berupa upah harian, upah mingguan, upah satuan, upah
borongan atau upah yang dibayarkan secara bulanan;
|
e.
|
imbalan kepada Bukan Pegawai,
antara lain berupa honorarium, komisi, fee, dan imbalan sejenisnya dengan
nama dan dalam bentuk apapun sebagai imbalan sehubungan jasa yang dilakukan;
|
f.
|
imbalan kepada peserta
kegiatan, antara lain berupa uang saku, uang representasi, uang rapat,
honorarium, hadiah atau penghargaan dengan nama dan dalam bentuk apapun, dan
imbalan sejenis dengan nama apapun;
|
g.
|
penghasilan berupa honorarium
atau imbalan yang bersifat tidak teratur yang diterima atau diperoleh anggota
dewan komisaris atau dewan pengawas yang tidak merangkap sebagai Pegawai
Tetap pada perusahaan yang sama;
|
h.
|
penghasilan berupa jasa
produksi, tantiem, gratifikasi, bonus atau imbalan lain yang bersifat tidak
teratur yang diterima atau diperoleh mantan pegawai; atau
|
i.
|
penghasilan berupa penarikan
dana pensiun oleh peserta program pensiun yang masih berstatus sebagai
pegawai, dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri
Keuangan.
|
Biaya
jabatan, sebesar 5% dari penghasilan bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,00
sebulan atau Rp 6.000.000,00 setahun.
Tidak
termasuk dalam pengertian penghasilan yang dipotong PPh Pasal 21 adalah:
a) pembayaran manfaat atau santunan asuransi dari perusahaan asuransi
sehubungan dengan asuransi kesehatan, asuransi kecelakaan, asuransi jiwa,
asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa;
b)
penerimaan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan dalam bentuk apapun
yang diberikan oleh Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali penghasilan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2);
c)
iuran pensiun yang dibayarkan kepada dana pensiun yang pendiriannya
telah disahkan oleh Menteri Keuangan, iuran tunjangan hari tua atau iuran
jaminan hari tua kepada badan penyelenggara tunjangan hari tua atau badan
penyelenggara jaminan sosial tenaga kerja yang dibayar oleh pemberi kerja;
d)
zakat yang diterima oleh orang pribadi yang berhak dari badan atau
lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh Pemerintah, atau sumbangan
keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia yang
diterima oleh orang pribadi yang berhak dari lembaga keagamaan yang dibentuk
atau disahkan oleh Pemerintah, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,
pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak-pihak yang
bersangkutan;
e)
beasiswa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf l Undang-Undang
Pajak Penghasilan.
Pajak
Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi kerja, termasuk yang ditanggung oleh
Pemerintah, merupakan penerimaan dalam bentuk kenikmatan sebagaimana dimaksud
pada huruf b.
Pengenaan PPh Pasal 21 bagi pegawai atas uang pesangon, uang
manfaat pensiun, tunjangan hari tua, atau jaminan hari tua yang dibayarkan
secara sekaligus, diatur berdasarkan ketentuan yang ditetapkan khusus mengenai
hal dimaksud.
Contoh perhitungan
Sita
Rianti adalah karyawati pada perusahaan PT. Onix Komunika dengan status menikah
dan mempunyai tiga anak. Suami Sita merupakan pegawai negeri sipil di
Kementrian Komunikasi & Informatika. Sita menerima gaji Rp 6.000.000,- per
bulan.
PT. Onix
Komunika mengikuti program pensiun dan BPJS Kesehatan. Perusahaan membayarkan
iuran pensiun dari BPJS sebesar 1% dari perhitungan gaji, yakni sebesar Rp
30.000,- per bulan. Di samping itu perusahaan membayarkan iuran Jaminan Hari
Tua (JHT) karyawannya setiap bulan sebesar 3,70% dari gaji, sedangkan Sita
membayar iuran Jaminan Hari Tua setiap bulan sebesar 2,00% dari gaji. Premi
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JK) dibayar oleh pemberi
kerja dengan jumlah masing-masing sebesar 1,00% dan 0,30% dari gaji.
Pada
bulan Juli 2017 di samping menerima pembayaran gaji, Sita juga menerima uang
lembur (overtime) sebesar Rp 2.000.000,-.
Hasilnya adalah sebagai berikut:
Gaji
Pokok
|
6.000.000,00
|
|
(i) Tunjangan Lainnya (jika ada)
|
2.000.000,00
|
|
(ii) JKK 0.24%
|
14.400,00
|
|
JK 0.3%
|
18.000,00
|
|
Penghasilan
bruto (kotor)
|
8.032.400,00
|
|
Pengurangan
|
||
401.620,00
|
||
2.
Iuran JHT (Jaminan Hari Tua), 2% dari gaji pokok
|
120.000,00
|
|
60.000,00
|
||
(581.620,00)
|
||
Penghasilan
neto (bersih) sebulan
|
7.450.780,00
|
|
(v) Penghasilan neto setahun 12 x
7.450.780,00
|
89.409.360,00
|
|
(vi) Penghasilan Tidak Kena Pajak
(PTKP)
|
54.000.000,00
|
|
(54.000.000,00)
|
||
Penghasilan
Kena Pajak Setahun
|
35.409.360,00
|
|
(vii) Pembulatan ke bawah
|
35.409.000,00
|
|
5% x
50.000.000,00
|
1.770.450,00
|
|
PPh
Pasal 21 Bulan Juli = 1.770.450,00 : 12
|
147.538,00
|
|
*Berlaku
bagi WP dengan NPWP, tanpa NPWP maka perlu dikalikan 120% : Rp 147.538,00 x
120% = Rp 177.046,00
Penjelasan
:
Diasumsikan
gaji pokok sebesar Rp 6.000.000,-.
(i) Tunjangan
lainnya seperti tunjangan transportasi, uang lembur, akomodasi,
komunikasi, dan tunjangan tidak tetap lainnya. Umumnya tunjangan tersebut dapat
diberikan oleh perusahaan atau tidak, tergantung dari kebijakan perusahaan itu
sendiri.
(ii) Iuran
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) berkisar antara 0.24% - 1.74% sesuai
kelompok jenis usaha seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 76
Tahun 2007. Di OnlinePajak, tarif iuran JPP yang diterapkan adalah tarif JKK
yang paling umum dipakai perusahaan-perusahaan yaitu 0.24%.
(iii) Biaya
Jabatan sebesar 5% dari Penghasilan Bruto, setinggi-tingginya Rp 500.000,-
sebulan, atau Rp 6.000.000,- setahun
(iv) Jaminan
atau Iuran Pensiun ditentukan oleh lembaga keuangan yang pendiriannya
disahkan dalam Peraturan Menteri Keuangan dan ditunjuk oleh perusahaan. Jumlah
persentase yang diterapkan di sini adalah 1%.
(v) Penghasilan
Neto: Jika pegawai merupakan pegawai lama (lebih dari satu tahun) atau
pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Januari tahun itu, maka penghasilan
neto dikalikan 12 untuk memperoleh nilai penghasilan neto setahun,
namun jika pegawai merupakan pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan Mei
misalkan, maka penghasilan neto setahun dikalikan 8 (diperoleh dari
penghitungan bulan dalam setahun: Mei-Desember = 8 bulan). Pada contoh ini
diasumsikan pegawai merupakan pegawai baru yang mulai bekerja pada bulan
Januari.
(vi) Penghasilan
Tidak Kena Pajak (PTKP) berfungsi untuk mengurangi penghasilan bruto,
agar diperoleh nilai Penghasilan Kena Pajak yang akan dihitung sebagai objek
pajak penghasilan milik wajib pajak.
Pada
contoh ini WP sudah menikah dan memiliki 3 tanggungan anak, namun karena suami
WP menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya PTKP WP Sita adalah PTKP
untuk dirinya sendiri (TK/0).
(vii) Penghasilan
Kena Pajak harus dibulatkan ke bawah hingga nominal ribuan
penuh, atau 3 angka di belakang (ratusan rupiah) adalah 0. Contoh:
56.901.200,00 menjadi 56.901.000,00.
No comments:
Post a Comment