Monday, November 20, 2017

Analisis Perencanaan Pajak Antara Membangun Sendiri dengan Menggunakan Jasa Konstruksi

Aktiva bangunan yang dibangun sendiri oleh Wajib Pajak dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) berdasarkan ketentuan pasal 16 C Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1994 dan diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 18 Tahun 2000.  PPN atas Pembelian Barang dan Jasa Kena Pajak yang telah dibayar oleh Wajib Pajak dalam kegiatan ini tidak dapat dikreditkan, sehingga besarnya PPN yang telah dibayar bisa dimasukkan dalam Dasar Pengenaan Pajak PPN KMS. PPN KMS berlaku effektif per tanggal 1 Januari 1995, peraturan pelaksanaan diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 595/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 jo Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor: SE-07/PJ.53/1995 tanggal 17 Maret 1995 (SERI PPN 6-95) dan per 1 Juli 2002 diatur dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 320/KMK.03/2002 tanggal 28 Juni 2002 yang sebagaimana diubah dengan PMK nomor 163/PMK.03/2012 yang mengatur bahwa:
Kegiatan membangun sendiri adalah kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain.

Atas kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN dengan tarif 10 % dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak.

Dasar Pengenaan Pajak adalah 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.
Saat terhutang PPN KMS terjadi pada saat mulai dilaksanakannya pembangunan.
PPN terutang oleh orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.
PPN yang terutang atas KMS, jumlahnya ditetapkan sebesar 10 % X 20 % X jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau yang dibayarkan pada setiap bulannya dan harus dibayar seluruhnya ke Kas negara melalui Kantor Pos atau bank persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya.

Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan pembayaran  PPN KMS kepada Kantor pelayanan Pajak yang wilayahnya meliputi tempat bangunan tersebut berada dengan mempergunakan lembar ke-3 Surat Setoran Pajak paling lambat tanggal 20 pada bulan penyetoran dilakukan. Dalam hal orang pribadi atau badan membangun sendiri bangunan untuk digunakan pihak lain sebagai tempat tinggal atau usaha,  maka orang pribadi atau badan tersebut wajib menyerahkan bukti setoran asli PPN KMS kepada pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut. Dalam hal orang pribadi atau badan membangun sendiri bangunan untuk digunakan pihak lain sebagai tempat tinggal atau usaha dan pihak lain tersebut tidak dapat menunjukkan bukti setoran asli PPN KMS, maka pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran PPN yang terutang.

Kegiatan Membangun Sendiri adalah kegiatan membangun sendiri yang dilakukan oleh Wajib Pajak  orang pribadi atau Wajib Pajak Badan hukum dikenakan PPN KMS dengan tarif  : 2 % X Total biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pembangunan aktiva bangunan dan belum terutang Pajak Penghasilan.
Penentuan tarif sebesar 2 % dalam penghitungan PPN KMS diperoleh dari asumsi bahwa Pajak Masukan yang sudah dibayar pada saat pembelian bahan bangunan dan tidak bisa dikreditkan yaitu sebesar 80 % sehingga PPN KMS yang harus disetor oleh Wajib Pajak sendiri yaitu sebesar :  20 % X 10 %  atau sama dengan 2 %, asumsi ini juga harus kita gunakan terhadap PPN yang akan disetor sendiri oleh kontraktor pada saat akan menyetorkan dan melaporkan SPT Masa PPN.

CONTOH KASUS
PT OKE adalah perusahaan dealer otomotif dan sudah menjadi Pengusaha Kena Pajak. PT OKE merencanakan untuk memulai operasi perusahaan pada 1 Januari 2011 dengan membangun sendiri sebuah gedung seluas 2.000 meter persegi sebagai bangunan kantor utama (Bangunan Kelompok 2 . Adapun biaya-biaya yang direncanakan untuk dikeluarkan meliputi:
pembelian material 6,6 milyar rupiah (terdiri dari harga material sebesar 6 milyar rupiah dan PPN masukkan sebesar 600 juta rupiah)
pembayaran tenaga kerja dan coordinator bangunan sebesar 300 juta rupiah (terdiri dari upah karyawan dan biaya penangung jawab proyek serta PPh pasal 21).

Tabel 1 Biaya Membangun sendiri

 Biaya material                                          6,000,000,000 
 PPN                                                             600,000,000 
 Total material                                          6,600,000,000 
 Biaya tenaga kerja                                     300,000,000 
 Total biaya gedung                                      6,900,000,000 
 Penyusutan setahun  membangun sendiri         138,000,000 
 Total Harga Gedung                                  7,038,000,000 

Sesuai dengan PMK No. 163/PMK.03/2012 tarif PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri yang terhutang adalah:
= 10% X  DPP
= 10%  X (20% x Total biaya Pembangunan)
= 10% X (20% x 7, 038,000,000)
= Rp 140,760,000

Berdasarkan total perhitungan dalam Tabel 1 maka PPN membangun sendiri yang harus dibayar adalah sebesar Rp 140,760,000 atau dengan kata lain PPN membangun sendiri sebesar 2% dari total bahan dan tenaga kerja. Ini berarti terjadi double tax untuk material karena pada saat pembelian telah dikenakan pajak pertambahan nilai


JASA KONTRAKTOR

Aktiva Bangunan yang dibangun melalui jasa kontraktor terutang PPN 10 % karena adanya penyerahan jasa kena pajak dari kontraktor ke pemilik bangunan dan terutang PPh Jasa Konstruksi sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 140 Tahun 2000 yaitu sebesar 2 % karena adanya penghasilan yang diperoleh kontraktor atas jasa yang diberikan.
Atas kegiatan Pembangunan Aktiva Bangunan melalui jasa kontraktor terutang pajak :
PPN 10 % X Dasar Pengenaan Pajak (DPP) atas penyerahan Jasa Kena Pajak
PPh    2 % X DPP atas penghasilan yang diterima kontraktor 

CONTOH KASUS
Apabila PT OKE berencana menggunakan jasa kontraktor dalam membangun gedung kantor dengan asumsi telah memiliki tanah sendiri. Maka, asumsi yang digunakan adalah baik tenaga kerja maupun material disediakan oleh kontraktor dengan komposisi 31% untuk tenaga kerja dan 69% untuk material dengan harga sesuai market price yakni dalam biaya tenaga kerja sudah termasuk keuntungan kontraktor namun belum termasuk PPh pasal 4 ayat (2) yang harus ditanggung oleh kontraktor dengan perhitungan seperti pada Tabel 2.

Tabel 2 Menngunakan Jasa Kontraktor
 Bahan Bangunan  6,000,000,000 
 Tenaga kerja    300,000,000 
 PPh pasal 4 ayat 2 (2%) 126,000,000 
 Harga Jual sebelum PPN  6,426,000,000 
 PPN Keluaran  642,600,000 
 Harga Jual  7,068,600,000 

Total pengeluaran kas yang dilakukan oleh PT X adalah sebesar Rp 7,068,600,000  dengan PPN yang dapat dikreditkan sebesar Rp 642,600,000. Ini berarti total biaya yang merupakan  harga perolehan bangunan bagi PT X adalah sebesar Rp 6,426,000,000 



PERBANDINGAN PPN DAN PAJAK PENGHASILAN

Perbandingan pengenaan pajak aktiva bangunan yang dibangun sendiri dengan aktiva bangunan yang dibangun melalui jasa kontraktor digambarkan dalam tabel 4.1 sebagai berikut :
Tabel  3
Selisih Pajak
KMS JASA KONTRAKTOR
PPN KMS :   2 % PPN     :  10 %
PPh            :   0 % PPh      :    2 %

Secara singkat selisih pajak yang dikenakan seperti dalam tabel  4.2 sebagai berikut :
Tabel  4
Perbandingan selisih pajak
No Harga Perolehan KMS Jasa Konstruksi Keterangan
PPN 10% PPN 2% PPN 10% PPh 2%
1. 2. 7,038,000,000  7,068,600,000  600,000,000
140,760,000
642,600,000 
126,000,000  PM tidak bisa dikreditkan
PK dapat dikreditkan
Pajak yg disetor 740,760,000 768,600,000

Perbandingan antara membangun sendiri dan menggunakan jasa kontraktor dapat dilihat dari dua sisi yakni dari segi harga perolehan maupun dari segi Pajak yang harus dibayar.
Pertama bila dilihat dari segi harga perolehan maka terlihat bahwa dengan membangun sendiri harga perolehan gedung lebih tinggi dibandingkan bila menggunakan jasa kontraktor. Hal ini disebabkan seluruh PPN masukkan atas material (dengan asumsi semua material dikenakan PPN) tidak dapat dikreditkan disamping tambahan PPN atas kegiatan membangun sendiri sebesar 2% dari seluruh biaya yang dikeluarkan untuk membangun bangunan sebagaimana diatur dalam UU Pajak Pertambahan Nilai. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kegiatan membangun sendiri tidak menguntungkan secara PPN dibandingkan menggunakan jasa kontraktor yang berarti ditinjau dari cara perolehan. 
Kedua bila dilihat dari segi Pajak Penghasilan (PPh) terlihat bahwa akibat dari membangun sendiri jumlah PPh yang harus dibayar lebih kecil dibandingkan menggunakan jasa kontraktor. Dengan asumsi total peredaran bruto perusahaan di atas 50 milyar pertahun maka perbandingannya seperti pada Tabel 3.

Tabel 3 Penghematan PPh

Penyusutan Penghematan pajak (25%)
Penyusutan setahun  membangun sendiri  138,000,000  34,500,000
Penyusutan setahun  dengan jasa kontraktor 192,780,000 48,195,000
Selisih 54,780,000  13,695,000

PT OKE sebaiknya menggunakan jasa kontraktor dalam membangun gedung, karena PT OKE yang sudah PKP, maka PPN masukkan atas gedung dapat dikreditkan dan biaya penyusutan lebih besar sehingga dapat memperkecil PPh Badan terutang. Sedangkan, membangun sendiri tanpa jasa kontraktor akan merugikan bagi perusahaan




DASAR HUKUM
Kegiatan Membangun Sendiri
- Pasal 16C UU Nomor 42 TAHUN 2009 (berlaku sejak 1 April 2010) tentang perubahan ketiga atas UU nomor 8 Tahun 1983 Tentang PPN barang dan jasa dan PPnBM.
- PMK-163/PMK.03/2012 (berlaku setelah 30 hari sejak tanggal diundangkan (diundangkan tanggal 22 Oktober 2012) tentang batasan dan tata cara pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri (PMK ini mencabut PMK-39/PMK.03/2010 (berlaku sejak 1 April 2010) tentang batasan dan tata cara pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri. (Terlampir)
- PER-25/PJ/2012 ((berlaku sejak PMK-163/PMK.03/2012 diberlakukan) tentang perubahan atas PER-23/PJ/2012 tentang  tata cara penetapan secara jabatan atas jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan dalam rangka Kegiatan Membangun Sendiri (PER ini mencabut PER-27/PJ/2010 (berlaku sejak 1 April 2010) tentang tata cara pengisian SSP, pelaporan & pengawasan pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri. (Terlampir)
Surat Edaran Terkait
- SE-22/PJ/2013 (berlaku sejak 12 April 2013) tentang perubahan atas SE-53/PJ/2012 (berlaku sejak PMK-163/PMK.03/2012 diberlakukan) tentang pelaksanaan PMK-163/PMK.03/2012 tentang batasan dan tata cara pengenaan PPN atas Kegiatan Membangun Sendiri. 
- SE-22/PJ/2013 mengubah ketentuan bagian B angka 4 dari SE-53/PJ/2012
Penjabaran PMK-163/PMK.03/2012
1. Bangunan  berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam  atau  dilekatkan  secara  tetap  pada  satu  kesatuan  tanah  dan/atau  perairan  dengan kriteria:
a. Konstruksi  utamanya  terdiri  dari  kayu,  beton,  pasangan  batu  bata  atau  bahan  sejenis, dan/atau baja;
b. Diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha; dan c. luas keseluruhan paling sedikit 200m  (dua ratus meter persegi).
2. Tarif Pajak  Pertambahan  Nilai  terutang   dihitung  dengan cara mengalikan tarif 10% dengan Dasar Pengenaan Pajak (20% dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah).
3. Disetor paling lama tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. Dilaporkan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
4. Pajak  Masukan  yang  dibayar  sehubungan  dengan  kegiatan  membangun  sendiri  tidak  dapat dikreditkan.
Jasa Konstruksi
- Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2009
Penjabaran UU No. 42 TAHUN 2009
Tarif Pajak Pertambahan Nilai adalah 10%. Pajak Pertambahan Nilai yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak yang meliputi Harga Jual, Penggantian, Nilai Impor, Nilai Ekspor, atau nilai lain. Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak dikreditkan dengan Pajak Keluaran dalam Masa Pajak yang sama.
Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai oleh Pengusaha Kena Pajak harus dilakukan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak dan sebelum Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan. Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai disampaikan paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya Masa Pajak.


Lampiran Aturan

1. Peraturan Menteri Keunagan Republik Indonesia Nomor 163/PMK.03/2012 tentang “Batasan Dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri”
Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN apabila :
Kegiatan membangun bangunan yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan yang hasilnya digunakan sendiri atau digunakan pihak lain, termasuk yang dilakukan melalui kontraktor atau pemborong tetapi atas kegiatan membangun tersebut tidak dipungut Pajak Pertambahan Nilai.
Bangunan adalah berupa satu atau lebih konstruksi teknik yang ditanam atau dilekatkan secara tetap pada satu kesatuan tanah dan/atau perairan dengan kriteria:
a. konstruksi utamanya terdiri dari kayu, beton, pasangan batu bata atau bahan sejenis, dan/atau baja;
b. diperuntukkan bagi tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha;
c. luas keseluruhan paling sedikit 300 m2 (tiga ratus meter persegi). (Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 163/PMK.03/2012, diubah menjadi luas keseluruhan paling sedikit 200m2 (dua ratus meter persegi).)
Tarif Dan Dasar Pengenaan Pajak
Kegiatan membangun sendiri dikenakan PPN sebesar 10 % (sepuluh persen) dari Dasar Pengenaan Pajak.
Dasar Pengenaan Pajak atas kegiatan membangun sendiri adalah 40% (empat puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah. (Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan No. 163/PMK.03/2012, diubah menjadi sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan, tidak termasuk harga perolehan tanah.)
Termasuk dalam pengertian jumlah biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan untuk membangun sendiri adalah juga jumlah PPN yang dibayar atas perolehan bahan dan jasa untuk kegiatan membangun sendiri tersebut.
Saat Dan Tempat Pajak Terutang
Saat terutangnya Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dimulai pada saat dibangunnya bangunan sampai dengan bangunan selesai.
Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan secara bertahap dianggap merupakan satu kesatuan kegiatan sepanjang tenggang waktu antara tahapan-tahapan tersebut tidak lebih dari 2 (dua) tahun.
Tempat pajak terutang atas kegiatan membangun sendiri adalah di tempat bangunan tersebut didirikan.
Penyetoran Dan Pelaporan
PPN yang terutang sebesar 10% x 40% dari seluruh biaya yang dikeluarkan dan atau dibayarkan pada setiap bulannya, harus disetorkan seluruhnya dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) atas nama orang pribadi atau badan yang melaksanakan kegiatan membangun sendiri ke Kantor Pos atau Bank Persepsi paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak. (Berdasarkan PMK-163/PMK.03/2012, besarnya diubah menjadi 10%x20%) Dalam hal kegiatan membangun sendiri dilakukan oleh PKP, PPN yang tercantum dalam SSP tersebut tidak dapat dikreditkan dengan Pajak Keluaran, karena pembayaran PPN tersebut merupakan pembayaran PPN untuk kegiatan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan PKP yang bersangkutan.
Orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib melaporkan pada KPP di tempat bangunan tersebut berada dengan mempergunakan SSP lembar ketiga bukti setoran PPN paling lama akhir bulan berikutnya setelah berakhirnya masa pajak.
Pajak Masukan yang dibayar sehubungan dengan kegiatan membangun sendiri tidak dapat dikreditkan.
Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan
Dalam hal bangunan sebagai hasil kegiatan membangun sendiri digunakan oleh pihak lain sebagai tempat tinggal atau tempat kegiatan usaha, orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri wajib menyerahkan bukti Surat Setoran Pajak asli Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri kepada pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut;
Dalam hal orang pribadi atau badan yang membangun sendiri bangunan untuk digunakan pihak lain tidak dapat menunjukkan bukti Surat Setoran Pajak asli Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, pihak lain yang menggunakan bangunan tersebut bertanggung jawab secara renteng atas pembayaran Pajak Pertambahan Nilai yang terutang.
* Dua Ketentuan ini sudah tidak muncul lagi di Peraturan Menteri Keuangan No. 163/PMK.03/2012.
Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, kolom NPWP yang tercanturn pada Surat Setoran Pajak diisi dengan NPWP orang pribadi atau badan tersebut.;
Dalam hal tempat bangunan didirikan berada di wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang berbeda dengan Kantor Pelayanan Pajak tempat orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri terdaftar, atau dalam hal orang pribadi yang melakukan kegiatan membangun sendiri belum memiliki NPWP, Surat Setoran Pajak diisi dengan ketentuan sebagai berikut:
Kolom NPWP diisi dengan angka 0 (nol) untuk 9 (sembilan) digit pertama, diikuti dengan 3 (tiga) digit Kode KPP, diikuti dengan angka 0 (nol) pada 3 (tiga) digit terakhir:
pada kotak "Wajib Pajak/Penyetor" diisi nama dan NPWP orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri.


2. Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per- 25 /Pj/2012 Tentang “Perubahan Atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-23/Pj/2012 Tentang Tata Cara Penetapan Secara Jabatan Atas Jumlah Biaya Yang Dikeluarkan Dan/Atau Yang Dibayarkan Untuk Membangun Bangunan Dalam Rangka Kegiatan Membangun Sendiri”
Tentang Perubahan PER-23/PJ/2012 Tentang Tata Cara Penetapan Secara Jabatan Atas Jumlah Biaya Yang Dikeluarkan Dan/Atau Yang Dibayarkan Untuk Membangun Bangunan Dalam Rangka Kegiatan Membangun Sendiri  adalah sebagai berikut :
  PER-25/PJ/2012 Tanggal 22 Nopember 2012 mulai berlaku sejak PMK no. 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri diberlakukan yaitu 30 hari sejak Tanggal 22 Oktober 2012.
  Sejak berlakunya PER-25/PJ/2012 Tanggal 22 Nopember 2012 maka PER-27/PJ/2010 Tentang Tata Cara Pengisian Surat Setoran Pajak, Pelaporan, dan Pengawasan Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai atas Kegiatan Membangun Sendiri dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
  PER-25/PJ/2012 Tanggal 22 Nopember 2012 menetapkan tentang :
- Kantor Pajak dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) berdasarkan hasil pemeriksaan atau verifikasi terhadap orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak atau kurang menyetorkan ke Kas Negara Pajak Pertambahan Nilai terutang atas Kegiatan Membangun sendiri.
- Kantor Pajak melalui pemeriksaan atau verifikasi dapat menetapkan besarnya biaya dalam Kegiatan Membangun Sendiri secara jabatan yaitu berdasarkan nilai terendah dari data Harga Satuan Bangunan Gedung Negara (HSBGN) masing-masing daerah sesuai Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara dan perubahannya dalam hal orang pribadi atau badan yang melakukan kegiatan membangun sendiri tidak memberikan data atau bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunan atau memberikan data atau bukti pendukung biaya yang dikeluarkan dan/atau yang dibayarkan untuk membangun bangunantetapi jumlahnya lebih rendah daripada data Harga Satuan Bangunan Gedung Negara (HSBGN) masing-masing daerah sesuai Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara dan perubahannya.
- Data Harga Satuan Bangunan Gedung Negara (HSBGN) masing-masing daerah sesuai Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan BangunanGedung Negara dan perubahannya dapat dilihat pada Lampiran PER-25/PJ/2012 Tanggal 22 Nopember 2012


3. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se-22/Pj/2013 Tentang Perubahan Atas Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor Se-53/Pj/2012 Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/Pmk.03/2012 Tentang Batasan Dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri
A. Prosedur Kerja
- Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan menerima data penyetoran dan pelaporan, hasil analisis SPT dan laporan keuangan, canvassing (penyisiran), visit (kunjungan lapangan), data hasil pengamatan potensi Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri dari KP2KP dan data dari pihak ketiga (data IMB), kemudian melakukan pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban. Pajak Pertambahan Nllai atas kegiatan membangun sendiri berdasarkan data yang dimiliki tersebut.
- Berdasarkan hasil pengawasan kepatuhan pemenuhan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri tersebut:
Dalam hal Orang Pribadi atau Badan telah melakukan penyetoran atau pelaporan kewajiban. Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, Pelaksana Seksi Ekstensifikasi. Perpajakan melakukan penelitian atas penyetoran atau pelaporan yang dilakukan.
Berdasarkan hasil penelitian penyetoran atau pelaporan tersebut:
Dalam hal penyetoran atau pelaporan mengindikasikan ketidakwajaran, Pelaksana Seksi. Ekstensifikasi Perpajakan membuat konsep surat himbauan sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam lampiran II Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri disertai dengan permintaan data atau bukti pendukung, kemudian menyampaikan kepada Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan.
Dalam hal penyetoran atau pelaporan telah wajar, proses selesai.
Dalam hal Orang Pribadi atau Badan tidak melakukan kewajiban penyetoran dan/atau pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan membuat konsep surat teguran sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam lampiran I Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri dengan disertai permintaan data atau bukti pendukung, kemudian menyampaikan kepada Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan.
Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan meneliti dan memparaf konsep surat himbauan atau konsep surat teguran, kemudian menyampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani konsep surat himbauan atau konsep surat teguran, kemudian menugaskan Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan untuk menatausahakan dan mengirimkan.
Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan menugaskan Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan untuk menatausahakan dan mengirimkan surat himbauan atau surat teguran kepada Orang Pribadi atau Badan.
Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan menatausahakan dan mengirimkan surat himbauan atau surat teguran kepada Orang Pribadi atau Badan melalui Subbagian Umum sesuai dengan SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP.
Berdasarkan surat teguran yang dikirimkan kepada Orang Pribadi atau Badan:
a. Orang Pribadi atau Badan melakukan penyetoran atau pelaporan kewajiban Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri:
1) Dalam hal Orang Pribadi atau Badan menyampaikan data atau bukti pendukung, Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan melakukan pengujian kewajaran penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri. Dalam hal dibutuhkan data tambahan dalam melakukan pengujian kewajaran penyetoran, Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan membuat konsep Surat Tugas Tinjauan Lapangan, kemudian menyampaikan kepada Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan. Berdasarkan hasil pengujian kewajaran penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri:
- Dalam hal penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri telah wajar, proses selesai.
- Dalam hal penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri mengindikasikan ketidakwajaran, Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan membuat konsep Nota Dinas Usulan Verifikasi Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, kemudian menyampaikan kepada Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan.
2) Dalam hal Orang Pribadi atau Badan tidak menyampaikan data atau bukti pendukung, Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan membuat konsep Nota Dinas Usulan Verifikasi Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan membangun sendiri, kemudian menyampaikan kepada Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan. Dalam hal dibutuhkan data tambahan dalam membuat usulan verifikasi, Pelaksana Seksi Ekstensifikasi Perpajakan membuat konsep Surat Tugas Tinjauan Lapangan, kemudian menyampaikan kepada Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan.

Daftar Pustaka

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan            Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16        tahun 2009
Republik Indonesia, Undang-UndangNomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 163/PMK.03/2012 Tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per -25/PJ/2012 Tentang Perubahan atas Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-23/PJ/2012 Tentang Tata cara Penetapan Secara Jabatan Atas Jumlah Biaya yang Dikeluarkandan/atau yang Dibayarkan untuk Membangun Bangunan Dalam Rangka Kegiatan Membangun Sendiri
Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-53/PJ/2012 Tentang Pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 163/PMK.03/2012 Tentang Batasan dan Tata Cara Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai Atas Kegiatan Membangun Sendiri


No comments:

Post a Comment